Minggu, 08 Juni 2014

Padi Transgenik



BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Perkembangan bioteknologi sekarang ini sudah semakin pesat terutama di negara-negara maju. Penerapan bioteknologi di bidang pangan adalah rekayasa genetika pada tanaman yang menghasilkan tanaman unggul karena mengandung zat gizi yang berkualitas tinggi dibandingkan tanaman biasa, serta lebih tahan terhadap hama penyakit dan tekanan lingkungan. Tanaman hasil rekayasa genetika ini dikenal dengan tanaman transgenik.
Tanaman transgenik pertama kalinya dibuat tahun 1973 oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen. Pada tahun 1988 telah ada sekitar 23 tanaman transgenik, pada tahun 1989 terdapat 30 tanaman, pada tahun 1990 lebih dari 40 tanaman. Tanaman ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke dalam tubuh tanaman sehingga diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan kualitas nutrisi lebih baik,serta dengan produktifitas lebih tinggi.
Transgenik atau dikenal juga dengan teknologi DNA rekombinan (rDNA) merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Teknologi transgenik ini sangat mungkin diaplikasikan dalam bidang agraris (budidaya pertanian) salah satunya pada padi.

1.2        Rumusan Masalah
a.       Apakah yang dimaksud dengan padi transgenik ?
b.      Bagaimanakah Tahapan pembentukan padi transgenik ?
c.        Apa keunggulan dan kekurangan padi transgenik ?
1.3        Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini menjelaskan mengenai apa itu padi transgenik, apa-apa saja tahapan pembentukan padi transgenik, serta apa keunggulan dan kekurangan padi transgenik.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Padi Transgenik
Transgenik merupakan rekayasa genetik yang memungkinkan kombinasi ulang (rekombinasi) atau penggabungan ulang gen dari sumber yang berbeda secara in vitro. Tujuan dari transgenik ini adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dan peningkatan produksi. Jadi, transgenik pada tanaman padi merupakan mengintroduksi gen tertentu pada tanaman padi sehingga diperoleh sifat tanaman yang diinginkan. Misalkan suatu tanaman memiliki karakteristik genetik tertentu seperti tahan terhadap hama, mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, cepat berbuah dan berbulir banyak. Kemudian gen yang mempunyai karakteristik ini diidentifikasi, diisolasi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam sel tanaman padi. Tanaman padi  pembawa  gen  ini  kemudian  ditumbuhkan secara normal.  Padi inilah yang disebut dengan padi transgenik.
2.2     Tahap-Tahap Pembentukan Padi Transgenik
a.         Mengidentifikasi Karakteristik genetik yang diinginkan
Dalam pembentukan padi transgenik ini, langkah pertama yang kita lakukan adalah menentukan karakteristik seperti apa yang kita inginkan. Misalkan kita menginginkan padi yang cepat berbuah dan berbulir banyak. Selanjutnya gen yang memiliki sifat cepat berbuah dan berbulir banyak tersebut diidentifikasi.
b.         Isolasi dan Pemurnian Gen   
Setelah mengidentifikasi gen yang memiliki sifat cepat berbuah dan berbulir banyak, gen ini diisolasi atau diekstraksi melalui elektroforesis. Isolasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan gen dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA, metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies, metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA dan metodenya harus sederhana dan cepat. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008).
Isolasi gen (DNA) yang memiliki sifat yang diinginkan dapat dilakukan dengan beberapa tahap, sebagai berikut:
Tahap pertama dalam isolasi Gen adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel. Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Surzycki (2000). 
Tahapan kedua adalah ekstraksi DNA yang diinginkan. Pada tahapan ekstraksi DNA, digunakan chelating agent ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi, EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley, 2008).
DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik. Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse.
Selanjutnya dilakukan tahap southern blotting. Southern blotting merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran (misal membrane nitroselulosa). Molekul yang telah berada pada membrane tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut (Juniarka, 2011).
Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe (pelacak). Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan.
Tahap awal metode shoutern blotting adalah penguraian DNA dengan enzim restriksi endonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan DNA ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap blotting. Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel agarosa. Pada teknik blotting dengan menggunakan vakum, membran diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer berlangsung dengan memanfaatkan daya kapilaritas. Setelah DNA ditransfer ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC - 100oC) kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu, membran dicampur dengan probe (pelacak) yang telah dilabeli radioaktif, tetapi dapat juga digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan adalah DNA untai tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat dicuci dari membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada film X-ray melalui autoradiografi (Molecular Station, 2013).
c.          Memasukkan Gen ke dalam sel tanaman padi
Memasukkan gen ke dalam nucleus dapat dilakukan dengan cara transfer gen. Dalam hal ini untuk mentransfer gen yang memiliki karakteristik cepat berbuah dan berbulir banyak dapat dilakukan dengan metode transfer langsung dengan menggunakan teknik mikro injeksi dan penembakan atau pengeboman partikel. Menurut Potrykus (1996) metode transfer langsung banyak digunakan pada tanaman dengan cara DNA diikat pada suatu mikropartikel. Transfer gen dengan metode ini mempunyai banyak keuntungan yaitu mudah ditangani dengan satu kali tembakan akan menghasilkan beberapa sasaran, partikel dapat mencapai sasaran yang lebih dalam dan dapat digunakan pada berbagai macam jaringan.
Selanjutnya tanaman padi yang telah mengandung gen cepat berbuah dan berbulir banyak tersebut ditumbuhkan secara normal.

2.3     Keunggulan dan Kekurangan Padi Transgenik
a.   Keunggulan
Padi transgenik memiliki beberapa kelebihan diantaranya padi transgenik memiliki kualitas lebih dibanding padi biasa, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, toleran terhadap kekeringan, umur pendek, sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih baik.
b.      Kekurangan
Seperti yang kita ketahui, tidak ada teknologi tanpa resiko. Ini berarti, meskipun padi transgenik ini mempunyai berbagai keunggulan, tetap saja terdapat hal-hal yang dapat merugikan, diantaranya:
1.      Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri.
2.      Potensi erosi plasma nutfah
Adanya padi transgenik akan menghilangkan ciri khas yang dimiliki tanaman padi. Karena suatu saat nanti bisa jadi kita hanya menemukan padi yang sudah tidak memiliki sifat aslinya.
3.      Potensi pergeseran gen
4.      Potensi mudah diserang penyakit
5.      Potensi pergeseran ekologi



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dengan adanya rekayasa genetika ini dapat memperbaiki sifat-sifat tanaman padi yang kurang menguntungkan yang itu dengan mengintroduksikan gen yang memiliki karakteristik tertentu pada tanaman padi. Misalnya menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama, tahan terhadap lahan yang kering, cepat berbuah dan berbulir banyak. Sehingga bisa dihasilkan tanaman padi yang unggul dan memiliki kualitas lebih baik.
3.2  Saran
Produksi padi di Indonesia saat ini banyak mengalami kendala. Di sisi lain, padi merupakan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia sehingga dibutuhkan upaya untuk menciptakan padi yang berkualitas untuk mengatasi krisis ketahanan pangan, salah satunya ialah menghasilkan padi transgenik.
 




DAFTAR PUSTAKA
Corkill, G., Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools andTechniques. In: Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed: Walker, J.M., Rapley, R. Humana Press, NJ, USA.
Frederick A. Bettelheim, Joseph Marvin Landesberg. 2007. Laboratory Experiments for General, Organic And Biochemistry. USA: Brooks
I Gede Agus Juniarka. 2011. Westernblot Untuk IgG dan IgM. Program Pasacasarjana Farmasi UGM
Luigi Giacomazzi, P. Umari, and Alfredo Pasquarello. 2005.
Medium-Range Structural Properties of Vitreous Germania Obtained through First Principles Analysis of Vibrational Spectra. 
Phys. Rev. Lett 95, 075505
Molecular Station. 2008. Southern Blot. http://www.molecularstation.com/dna/southern-blot/.
Surzycki, S.J. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag Publisher ISBN 3-540-66678-8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar